Senin, 06 September 2010

hausarzt 1

siang itu terasa terik, aspal jalanan pun semakin tebal terlihat. pasar hitam itu tampak dipenuhi kendaraan yang berjejer, bunyi klakson pun terdengar bersahut-sahutan. macet, istilah itu yang tepat untuk menjuluki keadaan siang itu.

aku berjalan mondar-mandir seraya menyeka keringat yang berpeluh dikeningku. hampir setengah jam aku berdiri di stasiun angkutan umum yang penat itu.

yeah... aku baru menyadari, kalau menunggu itu adalah hal yang paling membosankan. sebelumnya, aku ingin memperkenalkan diriku. namaku Nirisy, biasa dipanggil Nisy. aku lahir dikota kecil yang terletak di pulau Sumatera. dan aku juga dibesarkan di sini, di kota yang tentram, jauh dari teroris dan musibah-musibah lainnya. terkadang, aku terpikir ingin pindah dari kota ini. tapi kota ini masih menginginkan aku untuk tetap tinggal.

akhirnya sebuah angkutan umum berwarna kuning mirip kotak sabun merayap tepat didepanku setelah aku menyeka keringatku untuk yang kesekian kalinya. aku beranjak naik ke atas angkot tersebut dan angkot itu pun meluncur melewati jalanan berdebu itu.

kulirik arloji berwarna biru yang terikat dipergelangan tangan kiriku. ternyata sudah pukul dua siang, lagi-lagi aku harus terlambat bimbingan.

perlu kau ketahui, jarak antara kota tempat tinggalku dengan tempat bimbinganku, kurang lebih 10 kilometer. dan itu memerlukan waktu setengah jam untuk ke sana.

dengan mengenakan kaos hitam dan celana pendek berwarna coklat muda, aku berlari melewati setipa ruangan.
tok...tok...tok...
aku menghela nafas berat, terasa sesak dan hampir kehilangan oksigen.
"masuk," ucap temtor fisika saat itu.
aku melangkah perlahan, ruangan itu tampak padat dan................. kursiku diduduki oleh seorang anak laki-laki yang berkacamata tebal!!!'
"eh, minggir!"ujarku seraya memukul meja dengan keras.
dan secepat kilat cowok tersebut pindah ke sudut ruangan.
"hei! terlambat lagi ya. tentor kita nyariin kamu dari tadi. kangen, katanya," celoteh Nuna, cewek yang duduk tepat di depanku.

aku mengomentarinya dengan pandangan acuh tak acuh. bagaimana tidak, tentor itu bukannya naksir sama aku. tapi dia kangen adu mulut dengan aku.

yeah... apalagi kalau bukan masalah fisika. soalnya, dia tahu kalau aku master fisika di sekolah. dan dia ingin mempermalukan aku dengan pertanyaan-pertanyaan bodohnya itu. untungnya sampai saat ini, Master of Physics masih dipegang olehku. itu artinya, dia belum membuatku kalah dengan teori-teorinya yang gak masuk akal itu.

"Nisy, bagaimana? udah siap dengan topik baru?" tanya tentor fisika yang tak lain dan tak bukan bernama Elwin.

ah... lagi-lagi pertanyaan itu. emangnya gak ada kata-kata lain? huh, gak kreatif.batinku.

aku mengangguk tanpa gairah. makhluk satu itu sudah membuatku bosan.

elwin berjalan mengitari kelas seraya menerangkan sesuatu. kalau tidak salah, dia menerangkan tentang hukum Newton. aku sih tidak terlalu peduli, toh topik tersebut telah aku dapatkan di sekolahku. aku hanya fokus pada hobiku, menggambar.

gambar monyet. ih... lucu deh kamu, batinku sembari tersenyum kecil.

"sibuk ya?" ucap Elwin yang entah darimana asalnya dan tiba-tiba dia telah berdiri disampingku.

dengan cepat aku menyembunyikan gambar tersebut dibalik buku fisikaku.

"biasa aja," ucapku.

Elwin kemudian tersenyum seraya berjalan. aku mengikutinya dari belakang dan.... pukkk!!!'

"aduh, ada apa Nisy?. kenapa kamu memukul pundakku?" tanya Elwin sedikit mengeluh.

"sorry bang, aku lagi nyari pulpenku yang jatuh. eh, gak taunya aku malah kesandung," ucapku sembari nyengir-nyengir kuda.

"ya sudah, duduk kamu."

aku kembali ke mejaku seraya tersenyum puas. kalian mau tau? di punggung Elwin terpajang gambar monyet yang bertuliskan : "apa liat-liat!"

serempak seluruh teman sekelasku tertawa.
awalnya Elwin gak peduli. tapi lama-lama dia curiga dan meraba punggungnya. kemudian...

"Nisy...!!!" serunya.

tok...tok..tok...
belum sempat Elwin memarahiku tiba-tiba seseorang datang keruangan kami, tentu saja kami langsung terdiam.

"masuk..." ujar Elwin.

seorang cowok jangkung bertubuh atletis mengenakan kaos bola berwarna biru dan celana jeans kedodoran sedang berdiri di depan pintu. dia melepaskan senyumnya yang terlihat jelas kedua lesung pipinya. walaupun tampak sengak dengan rambut landaknya namun dia kelihatan ramah.

"murid baru ya," komentar Elwin.

cowok keren itu hanya mengangguk sembari berjalan dan duduk disamping Davi, cowok yang berkaca mata tebal itu.

"wuihh... keren banget tuh cowok," ujar Rari pelan.
"beruntung banget cewek yang ngedapetin dia," timpal Nuna.
"alah, cowok kayak gitu sih kecil," ucapku.
"serius kamu! eh, kalo kamu bisa, buktiin dong. aku kasi waktu selama seminggu," sahut Rari.
"boleh. tapi apa taruhannya?"
"mm... gini aja, kalo kamu bisa. selama sebulan, aku akan jadi sopir pribadinya kamu. aku bakal antar-jemput kamu dengan mobilku."
"oke deh!"

jarum jam menunjukkan pukul enam sore. dan itu artinya, bimbingan telah usai. aku berdiri di depan ruanganku. maklum, keadaan sore itu tidak menyenangkan. hujan lebat turun. sepertinya, tinggal aku sendiri. sebab Rari dan Nuna udah pulang terlebih dahulu.

"hai, boleh ditemenin?" ucap sebuah suara yang langsung mengagetkan aku.

aku kemudian berpaling ke arah sumber suara. astaga, cowok keren itu berdiri di sampingku.

"aku Aldo," ucapnya seraya mengulurkan tangan.

"Nisy," balasku sembari menjabat tangannya.

wah, beruntung banget aku. tanpa dikejar, dia udah datang ke sini. aku bakal punya sopir pribadi nih, batinku.

"kamu sekolah dimana Nisy?" tanya Aldo.
"SMA satu, kalo kamu?"
"oh, aku sekolah di Methodist. sama kayak Davi."

methodist? deket dong dengan sekolah aku. tapi kenapa aku gak pernah ngeliat dia? dan aku baru tau kalo di Methodist masih ada stok cowok keren, batinku.

"hei, ada apa? are you okay?" sahutnya.
"oh, gak apa-apa kok. mm... kamu suka sama sepak bola ya?" tanyaku salah tingkah.
"ah... gak kok, biasa aja. sebenarnya aku lebih suka basket."
"trus kenapa kamu pake kaos bola?"
tiba-tiba Aldo tertawa kecil. mungkin karena perkataanku yang tolol.
"oh... ini karena aku suka modelnya, warnanya juga gak terlalu norak."

he...he...he... aku jadi malu. pasti Aldo berpikir kalo aku cewek basi. jelas-jelas tuh pertanyaan yang gak perlu dijawab. lagian salah aku juga sih. baru kenal udah protes soal pakaian. gagal deh jadi juragan sebulan.

"eh, aku pulang duluan ya!" ucapku seraya berlari di tengah hujan.
"tapi kan masih..."

belum sempat Aldo menyelesaikan ucapannya, aku udah beranjak dari sampingnya. gini nih, kalo udah salting dari awal. sekarang aku udah kayak orang gila, lari-larian di tengah hujan.

setelah berlari agak jauh hingga tak sedikit pun aku melihat batang hidung Aldo, aku berteduh di sebuah kios tempat penjualan majalah. aku baru menyadari kalau pakaian yang kukenakan sudah basah kuyup. dan kini, aku mulai kedinginan.

gila, dinginnya hebat bener dan... RAMBUTKU KUSUT!!!'
kini aku sibuk mengurusi rambutku yang cuma cukup sampai ketiakku, dan tak kubiarkan rambut itu menyentuh pinggangku apalagi bokongku. GAK BOLEH!'

tiba-tiba sebuah sepeda motor yang bisa dibilang motor yang berkelaslah. cocok dibawa ke sirkuit sentul untuk ikut balap berhenti di depanku. aku sempat tak peduli ketika ia membuka helmnya dan... ALDO.

ya ampun! keren bangetttttttttt! batinku.

"hei ngapain neng? yuk kuantar," ajaknya.

aku hanya bisa bengong. gak salah tuh dia mau ngantar aku. ah... dia gak tau rumahku dimana, coba kalo dia tau. dia pasti berubah pikiran.

"hei, mikir apalagi? ayo!" ucapnya lagi.
"gak ah! rumahku jauh."
"emangnya rumah kamu dimana sih? di new york ya!" sahutnya sembari tertawa kecil.
"di galang."
"ya udah ayo! kamu mau gak? ini udah malam loh. kayaknya udah gak ada angkot lagi."
"eh, gak salah mau ngantar aku pulang?"
"sebenarnya sih, aku gak niat ngantar kamu pulang. tapi gak apa-apa deh, sekalian. soalnya aku mau ke rumah tanteku. anaknya mau nikah besok."
"oh..." aku tersenyum sembari melompat ke sepeda motornya.

he...he...he... tau gak, tadi aku dah sempat ge-er loh. aku pikir, dia emang bener-bener pengen nganter aku pulang. tak taunya, he...he...he... jadi malu.

dia mengantar aku sampai ke depan rumah.

"gak masuk dulu?" ucapku menawarkan hanya sebagai basa-basi, berharap dia gak terima tawaranku.
"makasih, tapi kayaknya aku harus cepat-cepat. kayaknya mau hujan lagi," ucapnya sembari menatap langit kelabu.
"oh...makasih ya!" ucapku.

Aldo memberi senyum sembari menghidupkan mesin sepeda motornya dan berlalu meninggalkan kepulan asap. aku masih berdiri di pinggir aspal hitam seraya memandangi kepergiannya hingga menghilang dipersimpangan jalan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar