Selasa, 27 Juli 2010

21


Selesai membersihkan tubuhku, aku kembali mendapati Wilgeth masih betah bertengger di atas tempat tidurku yang juga merangkap sebagai tempat tidur Wilgeth.

“hhmm… Wilgeth, apakah kau ingin melihat aku berpakaian seperti yang biasa kau lakukan?” tanyaku pada Wilgeth.

Wilgeth hanya menggonggong sembari menggoyang-goyangkan ekornya. Aku tak tahu apa yang dipikirkan Wilgeth saat aku melepaskan handukku di depannya. Dia hanya memerhatikan tanpa berkomentar sebab dia tak dapat berbicara. Mungkin jika ia dapat berbicara, ia pasti akan mengatakan hal yang tidak-tidak, mengingat bentuk tubuhku yang sangat jauh dari kata sempurna. Untung saja Wilgeth sudah terlatih untuk tidak menerkam aku. Sebab tubuhku seperti tulang-belulang yang sangat digemari oleh anjing-anjing ganas.

“Margareth…” ucap George yang tanpa permisi membuka pintu kamarku dengan sembarangan.

“kyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!” jeritku.

George pun kaget sama seperti aku yang tidak kalah kagetnya, namun dengan kecepatan cahaya, George kembali menutup pintu kamarku dan ia pun menghilang di balik pintu tersebut.

Gawat… gawat… gawat… George telah melihatnya. Bagaimana ini?!

Aku buru-buru mengenakan pakaianku dan segera keluar dari kamarku untuk menemui George, lelaki menyebalkan itu. Ternyata George masih berdiri di depan kamarku. Benar-benar lelaki yang tidak sopan. Aku benci George.

“sedang apa kau di rumahku?” tanyaku jutek.

“aku ingin mengembalikan jaketmu yang tertinggal di mobilku,” jawab George sembari memberikan jaket hitam kesayanganku.

“George! Apa yang kau lihat tadi?” tanyaku penuh selidik.

“Tengkorak!” jawab George tanpa ekspresi sembari berlalu meninggalkan rumahku.

Dasar lelaki jelek! Benar-benar tidak sopan! Dia mengata-ngatai tubuhku. Apa dia tidak sadar bahwa tubuhnya juga tinggal tulang-belulang yang telah mengeropos saking rapuhnya.

“Hei George! Aku belum selesai berbicara!” sahutku.

“apa yang ingin kau katakana lagi?”

“dasar kau! Kau benar-benar menyebalkan! Mengapa kau tidak sopan? Ini bukan rumahmu. Jadi, jangan seenaknya saja masuk ke rumah orang dengan sembarangan. Siapa yang memberimu izin?!” bentakku.

“mama.” Sahut mama yang entah datang darimana.

“mama? Kenapa mama memberinya izin masuk ke kamarku seenaknya?” tanyaku.

"tadi mama sibuk mengurusi pekarangan. mama menyuruh George untuk masuk saja ke kamarmu. mama sama sekali tidak tahu kalau kau sedang berpakaian. maafkan mama ya sayang."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar