Sabtu, 02 Oktober 2010

it's all 'bout sum1

Namanya Maruli, aku suka dia sejak kali pertama aku mendengar suaranya. Dan aku ingin sekali mendengar dia bernyanyi. Awalnya, aku tak tahu apakah ini cinta atau bukan, sebab aku belum begitu mengerti akan arti cinta sebenarnya. Yang jelas, aku selalu ingin tahu tentang dia. apakah dia baik-baik saja, apa yang sedang ia lakukan, apa yang dipikirkannya, dan hal-hal yang dia sukai.

Apalagi ketika aku melihat dia. aku seperti mendapat suplemen penambah tenaga. Aku bisa bersemangat seharian penuh. Tapi sayang, dia hanya menganggapku sebagai teman kecilnya yang aneh.

Gak tau apakah dia juga merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan. Rasa bahagia saatku bisa bersamanya dan kangen saat dia jauh dariku. Dan selalu saja ada alasan untuk bisa bertemu atau sekadar mendengar suaranya. Kata temanku, itu namanya modus. Tapi sayang, dia gak merasakan apa yang kurasakan itu.


Perasaan ini hanya aku yang memiliki. Itu yang terkadang membuatku menangis. Sekarang aku tahu, dia telah menemukan wanitanya dan itu bukan aku.


Tenang saja, aku takkan menangis lagi. Toh, aku sudah terbiasa menangis karenanya. Walaupun begitu, aku tetap mendoakannya. Semoga dia dapat yang terbaik buat hidupnya.


Oh ya, ngomong-ngomong soal doa. Temanku bilang : “bawa aja dia dalam doamu.”


Awalnya aku tak mau. Aku tak suka seperti itu, biarlah semuanya mengalir apa adanya. Tapi tepat malam itu, saat dia tak membalas pesanku. Aku menangis. Seharusnya, aku pantas membenci dia, sebab dia telah membunuh karakterku. Aku yang dulu tegar dan kuat, sekarang jadi gampang menangis.


Karena, gak tahan dengan kesedihan itu. Aku hanya ingat Tuhan, karena hanya Tuhan yang ngerti dan mau mendengar perasaanku saat itu. Aku pun mulai berdoa dan membawa dia dalam doaku.


“ya Tuhan, Kau kenal Maruli kan Tuhan? Aku yakin, Kau lebih mengenal Dia daripada aku. Tuhan, aku sayang dia. aku selalu memikirkan dia. tapi, dia gak pernah punya perasaan seperti itu. Tuhan, bolehkah aku meminta sesuatu padaMu? Tolong bunuh perasaan ini Tuhan, aku tak menginginkannya. Aku tak bisa menahan sakit hati. Ini lebih sakit dari pada kehilangan seorang ibu. Aku tak sanggup, Tuhan. Tolong dengar doaku. Amin.”


Begitulah doa TH-ku. Aku tak mau menyuruh Tuhan agar memaksa dia untuk mencintaiku juga. Cukup Tuhan saja yang membunuh perasaan yang menyebalkan yang ada dihatiku. Dan aku yakin, dia juga takkan menginginkan aku memiliki perasaan khusus padanya.


Sekarang, belajar menetralkan hati. menghapus semuanya. Perlakuan dia, cara biacaranya dan tanda-tanda yang diberikannya sudah cukup meyakinkan aku untuk membunuh perasaan ini. Foto-foto seorang wanita itu sudah cukup sebagai perwakilannya untuk mengatakan : “ini wanita yang kucintai selama ini, bukan kau. Jadi kau jangan mengharap banyak samaku.”


Sedih ya jadi aku.


Sekarang aku tahu, bukan karena hatiku tapi karena aku yang membiarkan hatiku berlobang besar.


Sedih.


Ya, sedih sekali. Ini kali pertamanya aku merasakan sedih yang begitu hebat sampai-sampai tubuhku terasa berat dan sulit untuk digerakkan.


Tapi aku tetap bersyukur, aku bisa merasakan perasaan cinta untuk pertama kalinya. Aku masih bisa menikmati setiap perihnya.


Untuk meyakinkanku. Kemarin adalah pertemuan terakhir yang aku inginkan. Aku harus berhenti melukai perasaanku dan menyakiti diriku sendiri.


Toh aku masih punya Tuhan, dan aku berharga dimataNya. Siapa saja boleh meninggalkanku Tuhan, tapi jangan Kau. Jangan biarkan aku sendiri.


Sepertinya semuanya sudah berakhir tanpa pernah dimulai. Sebagai seorang yang ingin berdamai dengan hati, aku tetap mensyukuri hal ini sebagai anugerah dari Tuhan. Tetap jaga hatiku Tuhan, karena hanya Kau yang bisa membalutnya.


SELESAI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar