Kamis, 07 Oktober 2010

momentum 1

Kondisi perekonomian keluarga kami berangsur-angsur membaik walaupun kurang signifikan, namun tidak begitu dengan kesehatan mama yang semakin memburuk.

Mama acap kali masuk rumah sakit dan aku tak mau menghitung lagi seberapa sering itu terjadi.

Namun yang aku tidak habis pikir, mama masih saja ikut serta kegiatan pelayanan di gereja. Beliau sangat aktif bahkan terlalu aktif untuk seseorang yang kondisi fisiknya cukup lemah.

Aku masih ingat, mama hampir tak punya waktu di rumah untuk sekadar berleha-leha di bulan natal beberapa tahun yang lalu sebab beliau sibuk mengikuti beberapa acara kegiatan natal. Aku nyaris kesal dibuatnya.

Penyakit mama bertambah lagi, beliau sering batuk-batuk sepanjang hari bahkan sepanjang malam. Dan mama sering susah tidur dibuatnya.

Waktu itu mama batuk hingga mengeluarkan darah lalu beliau segera dilarikan ke rumah sakit. Dokter mengatakan bahwa mama menderita Bronkitis.

Aku sedih mendengarnya, mama yang kusayangi harus kembali berbaring lagi di rumah sakit untuk kesekian kalinya. Entah sudah berapa liter infus dihabiskan beliau di sepanjang hidupnya dan entah sudah berapa suntikan yang menyakiti tubuhnya.

Mama masih bisa tersenyum di atas tempat tidur rumah sakit itu. Beliau memberikan pemahaman padaku bahwa inilah hidup, ada bahagia ada juga derita. Tapi mengapa derita yang kerap kali mewarnai perjalanan hidup mama?’

Dokter melihat ada banyak kejanggalan pada kondisi mamaku. Menurut dokter, hasil pemeriksaan terhadap mamaku menunjukkan bahwa keadaan mamaku baik-baik saja, begitu pun dengan diabetes beliau yang masih dalam keadaan stabil hingga kami memutuskan bahwa mama harus mengikuti pengobatan alternatif.

Intinya, sudah berbagai cara yang kami lakukan untuk kesembuhan mama tercinta. Tapi tetap saja nihil.

Mama masih kembali dalam kondisi yang menyedihkan yang aku pikir mungkin selamanya tetap begitu.

Dan anehnya, mengapa mama selalu dalam kondisi yang sangat parah ketika menjelang natal? Secara pribadi, mama menyadari betul akan hal itu.

Batuk mama makin parah dan bahkan teramat parah malah. Aku masih ingat, mama selalu menyediakan plastik kresek di sampingnya dan akan mengeluarkan plastik tersebut di kala beliau sedang batuk untuk menampung dahak. Mama selalu melakukan hal itu.

Ada hal-hal yang lebih parah lagi yang masih terekam jelas di ingatanku. Yaitu beberapa tahun lalu saat aku mempersiapkan diri untuk mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru di perguruan tinggi negeri. Sebenarnya, sebelum hal itu, telah banyak hal-hal yang tak mengenakkan yang acap kali dilalui mamaku.

Tahun itu, aku gagal merebut satu kursi di perguruan tinggi negeri. Aku sedih dan merasa kesal, namun mama menyemangati aku dengan berkata bahwa aku masih bisa melanjutkan pendidikanku di perguruan tinggi swasta.

Toh, swasta dan negeri sama saja, menurut mamaku.

Namun, aku bersikeras untuk masuk perguruan tinggi negeri. Lalu mama menyarankan aku untuk menunggu setahun lagi. Aku mengiyakan saran mama karena aku tak punya pilihan lain yang lebih menyenangkan.

Walaupun begitu, tetap saja aku masih merasa dongkol dan mulai bersikap tidak mengenakkan.

Kelang beberapa minggu, mama masuk rumah sakit. Aku tak tahu apa penyebabnya dan bagaimana beliau bisa tiba di rumah sakit, aku benar-benar tak mengingat prosesnya. Semuanya seolah-olah bagai angin yang berlalu cepat sehingga kita tak mengetahui bagaimana pakaian bisa terjatuh dari jemuran.

Padahal beliau baru saja mendapat surat keterangan untuk pengangkatan menjadi PNS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar