Namun kenyataan tak pernah seindah seperti yang kubayangkan.
Selang beberapa minggu, mamaku kembali seperti itu lagi.
Jum'at pagi yang begitu indah dengan cuaca yang begitu ramah dan udara yang menyejukkan. Tepatnya tanggal 13 juni 2009. Saat itu aku sedang mengikuti matakuliah biologi umum 2. Presentasi di alam terbuka tepatnya. Namun ditengah kegiatan presentasi tersebut, tiba-tiba saja handphone-ku bergetar. Sebenarnya itu panggilan dari papaku, beliau mengatakan bahwa mamaku kembali seperti dulu lagi. Hilang akal.
Pada akhirnya, aku permisi dengan asisten dosen pada matakuliah kedua yaitu praktikum biologi umum 2. Padahal saat itu kami ada tugas presentasi perbaikan nilai mid. Tapi aku tidak peduli, aku hanya memikirkan keadaan mamaku saat itu.
Aku pulang, aku mendapati papa dan adikku sedang bergegas-gegas. Dan papa tiba-tiba saja menyeretku sembari berkata : “ Ayo lekas, mama di tempat opung. Dia belum makan… “
Tanpa pikir panjang, aku mengikuti langkah papa.
Aku dan papa sampai juga di rumah opung. Aku melihat mama yang memandangku dengan tatapan nanar dan kosong. Beliau tak mengenaliku sama sekali sebagai anaknya. Beliau selalu menyebut nama seseorang yang telah lama meninggal dunia. Wajah mama kusam dan sembab. Kata papa, mama tidak tidur semalaman. Itu sebabnya wajah beliau seperti itu.
Ingin rasanya aku menangis lagi. Tapi kutahan, karena menurutku itu bukan ide yang baik. Aku kemudian menceritakan hal-hal lucu yang kualami pada mama. Namun beliau sama sekali tak menggubris. Mama menatapku sembari mengatakan bahwa beliau sudah meninggal.
Dan perlu diketahui, itu bukan hanya sekali. Beliau mengucapkan hal itu berkali-kali. Aku sedih.
Papa sudah membawa mamaku ke Rumah Sakit, namun pihak rumah sakit menolak sampai akhirnya kami kembali mengambil jalur alternatif. Jujur, hal tersebut sangat bertentangan dengan hati nuraniku. Namun apa boleh buat, kami tidak punya pilihan lain.
Yeah, untuk kali pertama aku datang kesebuah rumah yang cukup jauh dari rumah penduduk. Tanpa listrik
Dan aku merasa bahwa rumah tersebut lebih tepat disebut dengan gubuk. Yeah, cukup menyeramkan seperti yang ada di film-film horornya Indonesia. Tapi bedanya, ini bukan film,.
Aku tercengang waktu sang dukun mengobati mama. Dan ternyata itu bukan mama. Ada satu roh yang menyelinap di diri mama. Dan yang lebih parahnya, roh tersebut adalah roh yang dikirimkan seseorang yang menginginkan mama meninggal. Seseorang itu menjadikan mama sebagai tumbalnya untuk memberi makan ternak-ternak biadabnya itu. Yeah, apalagi kalau bukan jin-jin. Begitu yang kudengar. Ini sungguh mengerikan. Di zaman yang serba canggih seperti saat ini, ternyata masih ada orang yang primitif seperti itu. Sangat menyedihkan.
Tapi kenapa harus mama?
Oh… Tuhan, aku hanya mengandalkanMu. Tak ada yang lain. Tuhan, berikanlah berkat yang melimpah pada mamaku. Hanya beliau mama yang paling berharga yang aku punya di dunia ini. Batinku.
Akhirnya kami keluar juga dari rumah angker tersebut tanpa membawa hasil yang baik. Tak ada yang berubah dari mama. Dia tetap menjadi orang linglung sejati saat itu. Hampir semua orang yang berada di tempat tersebut tertawa karena tingkah mama yang aneh. Aku benci mereka yang berani menertawakan mama. Aku sangat benci mereka.
Kali ini, aku kembali mengeluarkan argumenku dengan tegas. Aku bilang ke papa kalau sebaiknya kami sekeluarga pindah rumah untuk sementara. Sebenarnya, rencana tersebut hanya rencana aku dan mama karena papa sama sekali tak sependapat dengan hal itu. Namun sepertinya kali ini papa akan memikirkan matang-matang rencana tersebut setelah melihat kondisi mama yang sekarang.
Aku, papa, mama dan adikku segera beranjak dari rumah yang kuanggap gubuk itu. Kami menyewa satu buah becak mesin yang akan dinaiki oleh mama dan aku. Sementara papa dan adikku mengendarai sepeda motor.
Sepanjang perjalanan menuju pulang. Aku bercerita banyak pada mama tentang refleksi diri, tentang pengalaman hidup seseorang yang lebih menderita dari mama. Namun mama sepertinya tak mendengarkan cerita-ceritaku dengan baik. Beliau selalu berkata, “ tapi aku sudah mati.”
Aku benci kata itu!!!
Aku kesal, aku tak melanjutkan ceritaku, karena aku tahu adalah hal percuma jika aku terus saja bercerita.
Akhirnya kami sampai juga di rumah, namun bukan rumah kami yang sebenarnya. Kami pulang ke rumah papanya mamaku. Bukannya kami tidak ada rumah, tapi itu dikarenakan mama tak ingin pulang ke rumah kami tersebut. Seperti ada sesuatu yang tak beres di rumah itu. Sebab mama selalu menunjukkan wajah ketakutan setiap mengingat rumah itu.
Malamnya, mama masih tidak bisa tidur. Mungkin kejadian sebelumnya yang serupa yang dialami mama tempo hari sedikit berbeda dengan sekarang. Sebelumnya mama sangat banyak bercerita walaupun cerita tersebut tak pernah berhubungan dari satu kejadian ke kejadian yang lain. Namun kali ini mama lebih banyak diam.
Saat itu tengah malam, mama juga tak memejamkan matanya. Beliau masih saja memandang langit-langit. Kemudian aku mendengar mama bersuara. Ya, aku bisa mendengar semuanya sebab papa, mama, aku dan adikku tidur di ruang tamu. Papa, mama dan adikku tidur di atas tikar yang digelar tepat di depan televisi. Sementara aku tidur di atas kursi tamu yang tak jauh dari tempat mereka merebahkan tubuh.
Papa menanyakan mengapa mama belum juga tidur. Tiba-tiba saja mama berkata bahwa beliau tidak pernah tidur sebab dia sudah mati. Dan yang lebih membuat aku sangat terkejut bahwa mama berkata kalau beliau selalu tinggal di atas pohon mangga yang tepat berdiri kokoh di halaman rumah kami.
Mungkin papa juga merasakan hal yang sama seperti yang kurasakan, sangat terkejut. Papa kemudian bertanya,” siapa kau sebenarnya?”
Lalu mama menyebutkan satu nama yang tak kukenal yang mungkin sudah lama meninggal. Selanjutnya, aku tak tahu lagi dialog apa yang terjadi. Sebab saat itu mataku sudah sangat berat. Dan aku tertidur.
Esok paginya tepat dihari Minggu. Keajaiban yang aneh kembali terjadi. Mama sadar kembali, beliau ingat kembali akan orang-orang disekitarnya. Aku pun semakin curiga kalau semua ini adalah siasat mama untuk mencuri perhatian seluruh keluarga. Jika hal itu benar, ini sungguh memalukan.
Aku bertanya mengapa mama bisa kembali seperti itu lagi. Mama pun tak mengerti, beliau berkata bahwasanya beliau sudah meninggal. Mama melihat kami memasukkan tubuhnya ke dalam peti. Mama juga melihat kami memsukkan beliau ke dalam tanah. Hal itu benar-benar aneh. Imajinasi mama terlalu tinggi sehingga beliau sulit membedakan mana dunia nyata dan mana yang imajiner.
Yeah, salah satu yang membuat aku yakin bahwa mama telah sadar betul adalah ketika mama mulai mengomel. Mama memarahiku yang tak mau membantu adik iparnya membersihkan rumah. Mama juga memarahiku yang tak ikut ke geraja bersama anggota keluarga yang lain. Tapi ini lebih baik ketimbang yang kemaren. Perlu diakui, terkadang aku rindu omelan mama yang panjang dan kejam itu.
Mama kemudian memintaku mengambilkan alkitab serta buku Ende atau kidung nyanyian.
Kata mama, walaupun kita tidak ke gereja. Setidaknya kita membuat kebaktian sendiri di rumah. Dia mengajakku untuk kebaktian bersama beliau.
Aku salut pada mama yang masih tak berubah mencintai Tuhan-nya yang tak pernah mau bernegosiasi dengannya.
Minggu itu pula, kembali lagi para pelayan gereja mengunjungi mama serta mendoakan mama agar mama cepat sehat dan bisa ikut melayani lagi di gereja.
Sebenarnya mama sangat malu, sebab mereka acap kali melawat mama. Mama sangat malu.
Dan ketika mereka memberikan sedikit buah tangan berupa uang, mama dengan cepat menolak pemberian tersebut. Yeah, aku juga tak dapat menghitung sudah berapa kali mereka memberi buah tangan seperti itu. Namun mereka tak peduli, mereka masih saja memaksa agar mama menerima uang tersebut. Lalu mama menyuruh agar uang itu dimasukkan ke kas gereja. Ya, itu lebih baik.
Mama masih mengeluhkan kenapa harus selalu beliau yang dijenguk, kenapa beliau tak punya kesempatan untuk menjenguk.
Terdiam. Aku tak dapat berkata apa-apa. Rasanya semua rangkaian kata takkan mampu menjawab semua pertanyaan mama yang sangat menyedihkan itu. Aku memang payah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar